"Istri
yang cakap siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga dari pada
permata. Hati suaminya percaya kepadanya, suaminya tidak akan kekurangan
keuntungan. Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat
sepanjang umurnya." (Amsal 31:10-12)
Artikel ini khusus membahas mengenai wanita karier.
Persoalan karier bagi sebagian wanita sering kali menjadi pergumulan
tersendiri, sedangkan pria memang sudah ditakdirkan untuk bekerja dan
berjerih payah demi kelangsungan hidupnya dan keluarganya. Ketika Allah
mengusir manusia keluar dari Taman Eden, di situlah Allah menetapkan
tanggung jawab ini. Dalam kenyataannya, di dunia ini wanita atau istri
juga ikut bekerja untuk menghidupi keluarganya. Dengan demikian,
pekerjaan menjadi persoalan unik bagi wanita.
Saya memiliki seorang teman yang kekasihnya lebih
berhasil dalam pekerjaan dan karier. Ia menjadi minder. Beberapa orang
yang ditemui teman saya ini mengatakan bahwa jika seorang wanita lebih
berhasil daripada seorang pria, maka kehidupan pria tersebut tak akan
pernah maju. Kebetulan ia mendengarnya dari orang-orang yang masih
percaya pada takhayul atau fengshui. Alhasil, teman saya ini bertambah
stres.
Dalam satu kesempatan berbincang-bincang, ia
menyampaikan unek-uneknya kepada saya. Dengan penuh kesabaran dan
pengertian, saya mengatakan bahwa sebagai anak Tuhan, kita tidak boleh
memercayai takhayul atau fengshui. Tak ada hubungannya antara kemajuan
karier pasangan wanita kita dengan keterpurukan bisnis dan usaha kita
sebagai laki-laki. Apakah ada jaminan jika kekasih kita tidak maju, maka
kita akan maju? Atau sebaliknya, usaha dan karier kita memburuk karena
kemajuan usaha atau karier pasangan kita. Tidaklah jika mereka maju,
kita akan lebih berbahagia dan senang? Bukankah beruntung sekali jika
kita mendapatkan gadis yang juga bisa mendukung kita? Secara
perlahan-lahan, teman saya mulai bisa menerimanya.
Mendapatkan wanita yang bisa mendukung kita dalam hal
biaya kehidupan, merupakan keberuntungan tersendiri. Tidak semua pria
memiliki istri demikian. Namun, kebanyakan pria lebih ingin istrinya
tidak bekerja, tetapi merawat dan mendidik anak-anak di rumah.
Sayangnya, tidak semua wanita bersikap dan berpandangan demikian.
Apalagi jika suami tidak bisa mencukupi semua kebutuhan keluarga. Pada
akhirnya, istri akan turun tangan ikut menangani.
Dilema Wanita Karier
Kata karier sebenarnya berasal dari bahasa Latin,
"carrus" yang artinya kereta. Pada zaman dahulu, ketika sepasang
pengantin baru saja ditahbiskan dalam sebuah upacara pernikahan, mereka
akan menaiki sebuah kereta yang ditarik oleh sepasang kuda. Kereta ini
dikemudikan sendiri oleh pasangan pengantin baru menuju rumahnya.
Tentunya, perjalanan sepasang pengantin ini melalui banyak rintangan.
Keberhasilan mereka dalam mengendarai kereta inilah yang menjadi harapan
keberhasilan pernikahan mereka.
Tetapi, dalam perjalanan waktu, entah dari mana
mulainya, justru karier diidentikkan dengan tidak menikah atau hidup
melajang, sehingga wanita yang bekerja dan memunyai posisi jabatan
tinggi, jika sudah menikah, mereka tidak lagi dikatakan sebagai wanita
karier. Yang lebih ekstrem lagi, karier membuat sebagian wanita tidak
mau menyusui anak-anaknya karena alasan penampilan.
Berbicara mengenai pernikahan, sebagian wanita karier
tidak mau menikah dulu sebelum mereka mencapai posisi puncak dalam
karier. Hal yang wajar bila setiap orang memiliki pilihan tertentu dalam
hidupnya. Selain itu, urusan menikah atau tidak, bukanlah suatu
kewajiban dan keharusan. Allah tidak pernah melarang kita menikah atau
hidup melajang. Allah hanya tidak mau kita hidup dalam perzinahan.
Seseorang yang menikah, belum tentu hidupnya akan lebih baik. Demikian
juga mereka yang melajang, belum tentu hidupnya akan lebih baik di mata
Allah. Namun demikian, mereka yang memutuskan untuk menjadi wanita
karier dan tidak akan menikah sampai menduduki posisi yang baik dalam
karier, akan menghadapi dilema yang sering kali tidak mereka sadari. Apa
dilemanya dan bagaimana bisa terjadi? Mari kita ambil sebuah contoh
sederhana.
Budi dan Rini adalah mahasiswa dari sebuah perguruan
tinggi swasta terkenal di Jakarta. Budi sangat terkesan kepada Rini.
Setelah menjadi sarjana dan mendapatkan pekerjaan yang baik, Budi ingin
berpacaran dengan Rini dan secepat itu juga menikah dengannya. Namun,
Rini tidak mau, karena ingin menjadi wanita karier dan sedang berusaha
meraih karier yang lebih tinggi. Hal ini akan tercapai ketika Rini
berusia 32 tahun, dan setelah itu baru mau berpacaran dan menikah.
Budi bersedia menunggu Rini. Tetapi, ketika Budi
berusia sekitar 30 tahun, ternyata ia lebih tertarik kepada wanita yang
lebih muda. Dengan demikian, Budi berpikir lebih positif dan menganggap
mengapa harus menunggu sesuatu yang tidak pasti. Budi pun menikah dengan
gadis yang jauh lebih muda darinya. Sementara itu, Rini tetap
berprestasi dalam kariernya dan akhirnya menduduki jabatan sebagai vice
president departemen marketing.
Pada waktu itu, Rini berusia 36 tahun. Ia mulai
memikirkan untuk keluarga. Ketika mengontak Budi, ternyata Budi sudah
menikah. Begitu juga dengan semua teman pria seangkatannya telah
berkeluarga. Rini mencoba mendekati pria-pria di bawah umurnya, namun ia
merasa risi. "Bagaimana mungkin memiliki pasangan yang umurnya jauh di
bawah kita?" Begitulah ia selalu berpikir. Ia pasti akan mengalami
banyak kendala jika menikahi pria yang umurnya jauh lebih muda. Selain
itu, jarang sekali ada pria yang ingin menikahi wanita yang lebih tua.
Rini pun semakin stres.
Gambaran di atas adalah gambaran riil yang dialami
sebagian wanita karier, yang menunda pernikahan mereka sampai menduduki
posisi pekerjaan yang tinggi. Pada dasarnya, setiap manusia memiliki
kerinduan untuk hidup berkeluarga. Untuk apa banyak uang jika tidak ada
suami atau istri atau anak-anak yang bisa merasakan berkat tersebut?
Ketika kita tua nanti, siapakah yang akan merawat kita?
Pertimbangan-pertimbangan demikian adalah hal yang wajar dan masuk akal.
Namun demikian, ada orang yang sepanjang hidupnya tidak pernah
berkeluarga karena alasan-alasan tersendiri, bukan karena mereka tidak
memiliki keinginan untuk itu.
Tips dan Trik
-
Menikah atau melajang adalah sebuah pilihan. Apa pun pilihan Anda, Allah tidak pernah melarangnya. Allah melarang dan membenci perzinahan.
-
Menikah atau melajang memiliki suka duka tersendiri. Namun, alangkah indahnya hidup ini jika kita bisa membagi suka duka dengan seseorang yang hidup bersama kita dan kita cintai. Itu pun kalau orang yang kita cintai adalah orang yang tepat dan baik.
-
Wanita dibentuk dan dijadikan berbeda dengan laki-laki. Karena itu, sudah sepantasnya kita menerimanya dengan lapang dada, mengucap syukur, dan menunaikan kewajiban kita sebagai seorang wanita.
-
Meniti karier yang tinggi bagi seorang wanita boleh-boleh saja. Apalagi jika penghasilan suami tidak mencukupi. Tetapi harus diingat, jangan sampai usaha mencapai karier tersebut menjadi batu sandungan bagi suami atau anak-anak.
-
Sebagai anak Tuhan, sudah seharusnya kita tidak memercayai fengshui atau ramalan. Apalagi menggantungkan kehidupan dan masa depan kita kepada hal-hal tersebut.